fin.co.id - Salah satu tantangan terbesar dalam investasi kripto adalah volatilitas harga yang ekstrem. Inilah mengapa stablecoin hadir sebagai solusi. Stablecoin adalah jenis aset kripto yang dirancang agar nilainya tetap stabil, biasanya dipatok terhadap mata uang fiat seperti dolar AS.
Lalu, bagaimana cara kerja stablecoin? Apa kelebihan dan risikonya? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.
Apa Itu Stablecoin?
Stablecoin adalah aset kripto yang nilainya dipatok (pegged) pada aset stabil seperti USD, emas, atau mata uang fiat lainnya. Tujuannya adalah untuk memberikan kestabilan harga dan menghindari fluktuasi ekstrem seperti yang terjadi pada Bitcoin atau Ethereum.
Contohnya, 1 USDT (Tether) selalu bernilai mendekati 1 USD karena dijamin oleh cadangan dolar atau aset setara yang dimiliki penerbitnya.
Jenis-Jenis Stablecoin
1. Fiat-Backed Stablecoin
Didukung 100% oleh mata uang fiat. Contoh: USDT, USDC, BUSD. Penerbit menyimpan dolar nyata di bank sebagai cadangan.
2. Crypto-Backed Stablecoin
Didukung oleh aset kripto seperti ETH. Contoh: DAI. Biasanya memiliki sistem over-collateralized untuk menjaga stabilitas harga.
3. Algorithmic Stablecoin
Tidak memiliki cadangan, tetapi menggunakan algoritma untuk menyesuaikan suplai berdasarkan permintaan pasar. Contoh: UST (sebelum kolaps).
Baca Juga
Fungsi dan Kegunaan Stablecoin
- Medium pertukaran: Mempermudah transaksi antar aset tanpa harus konversi ke fiat
- Hedging: Melindungi nilai aset saat pasar kripto bergejolak
- Likuiditas tinggi: Banyak digunakan di exchange untuk pasangan perdagangan
- Remitansi: Alternatif pengiriman uang lintas negara dengan biaya rendah
Kelebihan Stablecoin
- Nilainya stabil, cocok untuk pemula
- Cepat dan murah untuk transfer lintas negara
- Digunakan dalam banyak ekosistem DeFi
- Bisa disimpan di wallet pribadi tanpa perlu bank
Risiko dan Kontroversi
1. Transparansi Cadangan
Beberapa stablecoin seperti Tether (USDT) pernah dikritik karena tidak sepenuhnya transparan soal cadangan asetnya.
2. Risiko Regulasi
Banyak pemerintah masih menilai stablecoin sebagai ancaman terhadap mata uang nasional dan sistem keuangan.
3. Risiko Algoritmik
Stablecoin berbasis algoritma, seperti TerraUSD (UST), bisa kolaps jika mekanisme stabilisasinya gagal.
Contoh Stablecoin Populer
- USDT (Tether): Stablecoin pertama dan paling banyak digunakan
- USDC (USD Coin): Diterbitkan oleh Circle, dianggap lebih transparan dari USDT
- BUSD (Binance USD): Diterbitkan oleh Binance dan Paxos, namun telah dibatasi oleh regulator AS
- DAI: Stablecoin terdesentralisasi berbasis Ethereum yang dikelola oleh MakerDAO
Kesimpulan
Stablecoin menawarkan solusi stabil dalam dunia kripto yang penuh fluktuasi. Mereka menjadi jembatan antara sistem keuangan tradisional dan ekosistem kripto, sekaligus alat penting dalam perdagangan dan DeFi.
Meski terkesan aman, investor tetap harus cermat memilih stablecoin yang transparan, didukung oleh cadangan yang jelas, dan memiliki reputasi baik di industri. Dengan begitu, kamu bisa menggunakan stablecoin secara bijak untuk transaksi, investasi, maupun strategi perlindungan nilai. (*)